*) Oleh : Hendrikus Gobai
Tanah pemilik pencipta Allah bukan pemilik manusia. Tanah pemilik manusia ketika manusia mengolah dan merawat segala sumber alam dari tanah, bukan tanah untuk dijual-belikan oleh manusia dengan manusia. Ugatamee ciptakan manusia dari debu tanah tapi kini manusia layak menjual tanah, yang adalah membunuh kehidupan diri sendiri. Padahal tanah sebagai ibu yang merupakan sumber segala unsur hidup bagi manusia.
Ada makna hidup bagi manusia karena adanya tanah dan tanpa tanah hidup manusia dalam dunia yang tak punya apa-apa, dengan logikanya bahwa manusia tak pernah hidup dan tak pernah ada sejarah hidup manusia bila Ugatame bukan pencipta tanah dan segala sumber isinya. Tetapi karena Ugatame ciptakan manusia dari debu tanah, maka tak ada seorang pun yang harus menjual tanah.
Dengan itu, adapun tiga simbol tanah sebagai sumber hidup manusia yakni:
A. Tanah Sebagai Sumber Nafas Hidup Manusia
Tanah merupakan kekuatan hidup dan pemilik nafas hidup manusia di dunia. Ada nafas hidup manusia ketika tanah menguapkan segala kekayaan alam merupakan memenuhi hidup dan dapat menenangkan atas segala sumber tanah yang diciptakan oleh Ugatame. Ugatame sebagai pelindung tanah dengan manusia dan yang sebagai pelindung hidup oleh tindakan manusia secara nilai manusiawi. Yang adalah ugatame diciptakan manusia dari debu tanah maka pentingnya untuk rawat dengan baik karena tanah sebagai pelindung hidup dan mempertahankan pernafasan hidup bagi manusia.
Terhadap Ugatame bernilai tinggi ketika hidup manusia di dunia diatas Tanah bukan diatas bukan Uang. Tanah dan manusia merupakan nilai secara rohani yang utama terhadap ugatame. Pengaruh uang, hidup manusia dalam kehancuran dan dimata ugatame tiada makna hidup bagi manusia didunia
B. Tanah Sebagai Ibu Manusia
Ugatame ciptakan tanah supaya manusia hidup di atas alamnya dengan secara klen masing-masing. Sehingga, sebagai manusia yang diciptakan oleh ugatame dari debu tanah maka manusia terus menuntut dan ingat rasa menghargai dan menghormati terhadap tempat hidup manusia diatas tanah. Oleh karena itu, dengan adanya tanah yang sebagai ibu bagi manusia maka manusia tak pernah ada kelaparan kecuali manusia menjual tanah dan akan terjadi kelaparan. Keinginan akan hidup, tentunya manusia bertanya pada diri dan tanah bahwa akan dirawat dan mengola atas segala sumber tanah yang diciptakan oleh Tuhan.
Tuhan baik bagi manusia bila manusia berpikir tanah sebagai ibu dalam hidup karna tanah selalu terus bergandengan dimana keberadaan hidup manusia. Sehingga melalui rancangan Tanah maka manusia menemukan harapan-harapan tentang makna hidup yang baru dan segalah kekayaan alam yang dimilik oleh manusia karena tanah sebagai ibu yang selalu menasehati ketika manusia berdiri dan membangun diatas tanah.
C. Tanah Sebagai Pondasi Hidup Manusia
Segala tindakan manusia dan memiliki suatu harapan dalam hidup, itulah manusia diciptalan sejarah hidup yang akan ada diatas tanah dan bagi anak cucu generasi kedepan. Manusia rasa memiliki nilai hidup karena ugatame diciptakan tanah yang sumber segala kekayaan alam demi memenuhi kehidupan itu sendiri.
Tanah sebagai pondasi hidup ditungku api yang karna selalu menjaga dan merawat serta melindungi klen atau kekerabatannya dari dalam rumah yang manusia dibangun diatas tanah, manusia memilki tungku api karna adanya tanah dan tanah menguatkan jiwa dan raga manusia untuk terus berjuang demi harapan untuk hidup diatas tanah.
Jikalau manusia menjual tanah maka pondasi hidup akan rubuh dan tiada makna hidup dalam tungku api. Jadi, manusia tidak boleh dijual tanah dan tetap menjaga tanah yang sumber makhluk hidup. Ketika manusia meninggal akan kembali ke tanah, tak ada seorang pun yang menjadikan salah satu sesuatu ketika meninggal dunia, selain manusia kembali menjadi tanah itu sendiri.
Tanah dan alam sebagai ciptaan Allah, manusia memandang alam adalah buah karya tangan Allah maka tidak ada makna dalam hidup untuk menjual tanah, merupakan penghargaan sekaligus pengungkapan dasar syukur kepada ugatamee Sang Pencipta manusia dan tanah. Manusia tidak bisa mempergunakan tanah seenaknya, karena pemilik adalah ugatame dan Ia serahkan kepada setiap klen dan untuk dirawat dan dipelihara, diolah, bukan untuk dijual.
D. Tanah Sebagai Pertolongan Manusia
Tanah atau negeri tidak hanya berarti tanah atau wilayah, melainkan juga segala unsur yang ada didalamnya, termasuk manusia. Jika tanah diartikan hanya tanah, kepemilikan dan kepunyaan mengalami absurditas, bahkan tercipta kealpaan dalam penjagaan dan perawatan. Tanah memiliki ikatan tak terputuskan dalam hubungan darah dan keakraban. Kepemilikan tanah membentuk persaudaraan dan kebersamaan yang tak ada terbatasnya. Ikatan keakrabannya bukan juga sebatas kekinian, malah dibangun sejak awal penciptaan, yakni Allah memberikan taman eden itu milik Adam dan Hawa dan tidak bisa seorang pun yang merampas maupun menjual. Adam dan Hawa pasti akan berjuang mempertahankan tanah Eden dari perampasan yang dijual oleh orang. Kepemilikan tanah secara bersama juga untuk masa depan. Anak cucu mempunyai hak milik untuk tanah yang manusia sementara mendiami, menjaga dan mengelola.
Tanah diberikan kepada setiap bangsa manusia. Kepemilikan tanah diatur begitu ketat, sebab tanah memiliki nilai sensitif dan kebermaknaan yang tak ternilai. Tanah dan kehidupan itu ada karena ada tanah. Tanpa tanah tidak ada makna kehidupan. Tanah dibagikan begitu ketat oleh pencipta sekaligus pengatur, sebab tanah memiliki kelas-kelas, tingkatan-tingkatan. Pada tingkat ontologis, adalah terberkati bagi yang mendapatkan tanah yang subur untuk hidup dan kehidupan. Sebaliknya yang adalah terkutuk jika tanah subur tidak dijaga, tidak diola, bahkan dijual "digadaikan dengan sepersen, segumpal nasi dan benda elektronik" yang bakal rusak, rapu dan karat. Penjualan tanah adalah penggandaian diri.
Oleh karena itu, secara metafisi antropologis tanah adalah Ibu (Noukai). Ketika tanah menjadi noukai atau Ibu, sikap seseorang anak hanya pasrah, tunduk dan hormat yang mendalam atas kebaikan, cinta kasih dan pengorbanannya untuk kehidupannya. Hanya manusia yang tidak waraslah yang memperkosa dan menjual-belikan tanah yang adalah menjual Ibu manusia. Tanah dikatakan noukai atau Mama karena tanah menyediakan segala untuk kehidupan, tanah menjadi sumber kehidupan bagi umat manusia. Seorang perempuan ( Noukai atau mama) berpartisipasi dalam membentuk dan melahirkan seorang manusia, sebab manusia berasal dari debu tanah.
Konsekuensi logis atau ontologis ketakterpisahan manusia dan tanah tersembunyi disini bahwa menjua tanah sama artinya dengan menjual diri dan memperpendekan perjuangan hidup kedepannya. Jika dikaitkan dengan moral biblis merupakan membunuh dan dosa besar, sebab kewenangan tertinggi mencabut dan mengambil nyawa ada pada Sang Pencipta kehidupan. Dengan demikian, dari tanah kita temukan sebauh nilai spritual yakni ketika kita merenungkan ajaran penciptaan. Dimana daya cipta Allah masuk dalam tanah, Allah ada bersama tanah untuk mencipta dan menghidupan dunia, yang adalah tempat hidup bagi umat manusian. Karena itu, menjual tanah adalah menjual hidup, kekudusan dan menjual Allah-Nya sendiri. Dimana Allah bersejarah bersama tanah, dan manusia yang juga bagian dirinya. Maka menjual tanah berarti menjual kebaikan, karunia Allah dan diri.
E. Alam Ciptaan Titipan Tuhan Untuk Anak Cucu Kedepan.
Menurut Eman Madai juga bahwa, teks Kitab Suci Kejadian 1:1-25 menampilkan kehadiran Allah sebagai Pencipta. Selama 5 hari ia menciptakan langit dan bumi, serta seluruh isinya. Akhir kata dari proses pencintaan adalah semuanya baik dan keunikan adanya. Hal ini memberikan gambaran akan kesempurnaan alam ciptaan saat diciptakan oleh Allah. Oleh karena itu, Allah menghendaki manusia untuk mrnlanjutkan proses penciptaan dengan menjaga dan merawat alam dan bukan merusaknya.
Terkadang keegoisan manusia melebihi batas kemanusiaannya. Sehingga, kita dengar dan menonton baik lewat radio maupun TV, banyak sekali bencana alam yang terjadi, akibat dari perbuatan kita manusia. Manusia hanya mengalahkan siapa penyebabnya ? Tetapi tidak mencari solusi atau jalan keluar untuk mengatasi kerisahkan itu. Melihat kembali tugas yang diberikan kepada kita untuk melestarikan alam ciptaan dan bukan merusaknya.
Hutan dan alam adalah titipan dari Tuhan untuk anak cucu kita kedepan dan selamanya sehingga sebagai pernyataan ini mengandung arti dan makna yang mendalam. Sebab bukan kita yang menitipkan untuk kita jaga dan rawat. Saatnya nanti mereka akan menikmati apa yang telah mereka titipkan untuk kita, yakni hutan dan alam ini didunian dan lebih khisusnya di papua.
Stop jual Tanah. (Penulis adalah mahasiswa Uncen, Jayapura-Papua)