*) Oleh : dr. Suspina Pasande
Hari kusta sedunia diperingati setiap Minggu terakhir di bulan Januari, dimana tahun ini jatuh pada hari Minggu, 30 Januari 2022. WHO atau Badan Kesehatan Dunia mengangkat tema “United for Dignity” atau Bersatu untuk Martabat. Kampanye ini menyerukan persatuan dalam menghormati martabat orang yang pernah mengalami kusta dengan bersama menghapuskan stigma dan diskriminasi kusta.
Indonesia menempati peringkat ketiga Negara dengan penderita kusta terbanyak setelah India dan Brasil. Berdasarkan data yang dihimpun Kemenkes RI per tanggal 24 Januari 2022 mencatat jumlah kasus sebanyak 13.487 kasus dengan penemuan kasus baru sebanyak 7.146 kasus.
Kusta atau Lepra atau Morbus Hansen (MH) adalah penyakit infeksi kronik yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae yang biasanya menyerang sistem saraf tepi dan kulit. Namun, dapat juga mengenai mukosa saluran pernapasan bagian atas, mata, testis maupun organ lain kecuali SSP (sistem saraf pusat). Kusta bukan suatu penyakit keturunan , kutuk maupun guna-guna.
Kusta dapat menular tetapi sulit menular. Sebab penularannya melalui kontak erat langsung kulit dengan kulit dalam waktu yang lama dan dapat secara inhalasi melalui droplet (percikan ludah) pada frekuensi yang lama.
Kusta memberikan gejala seperti bercak kulit mati rasa, dapat berupa bercak putih, menebal atau kemerahan tidak gatal dan tidak nyeri. Kulit dapat mejadi tipis dan mengkilat, alis mata dan rambut rontok (madarosis), wajah berbenjol-benjol (facies leonine/wajah singa), hidung masuk ke dalam (saddle nose), kehilangan jari (mutilasi), dan gangguan sistem saraf tepi seperti mata sulit menutup (lagophthalmus), tangan berupa tangan cakar (claw hand), tangan gantung (wrist drop) dan pada kaki berupa kaki gantung (drop foot) dan kaki cakar (claw toes). Tangan gantung (wrist drop) adalah ketidakmampuan untuk mengangkat tangan ke atas dari sendi pergelangan tangan. Sedangkan, Kaki gantung (drop foot) adalah ketidakmampuan mengangkat kaki bagian depan ke atas.
Kusta menjadi stigma negatif di masyarakat sehingga berakibat pada aspek psikososialekonomi. Penderita kusta mengalami diskriminasi terhadap dirinya maupun keluarganya untuk menikmati kehidupan sosial. Perilaku diskriminasi dapat terjadi dalam hal kesempatan mencari lapangan pekerjaan, beribadah, menggunakan kendaraan umum, bertetangga, dan lain-lain. Kedaan inilah yang mengakibatkan tekanan psikis dan penderita kusta menjadi frustasi sehingga enggan berobat yang pada akhirnya menghambat upaya penanggulangan kusta.
Penyakit kusta dapat sembuh total. Kunci utama dalam penaggulangan kusta adalah bila menemukan keluhan-keluhan seperti di atas segera periksakan diri ke dokter dan disiplin saat menjalani pengobatan, sebab pengobatan kusta dapat memakan waktu 6-12 bulan. Selain minum obat teratur agar terhindar dari resistensi obat, penderita kusta harus memperhatikan asupan nutrisi yang baik agar mempercepat penyembuhan serta menjaga kebersihan.
Hal penting untuk mendukung program pemerintah mengeliminasi kusta yaitu dukungan dan perhatian keluarga dan masyarakat terhadap penderita kusta. Penderita kusta berhak atas kehidupan bermartabat bebas dari stigma, diskriminasi dan isolasi.
Sumber: https://promkes.kemkes.go.id
Ilmu penyakit kulit dan kelamin edisi ketujuh FK UI 2017
Fitzpatrick’s Dermatology edisi ke 9
(Penulis adalah dokter pada BLUD RSUD Nabire)