Minyikapi 6 Suku Pesisir dan Kepulauan Mencari Identitas Adat Mereka di Nabire

*) Oleh : Emanuel You
Kabupaten Nabire terletak di Teluk Cendrawasih Papua. Kabupaten ini menjadi satu dari 7 kota sentral di tanah Papua. Akses masuk keluar kabupaten-kabupaten diwilayah Papua Tengah seperti Kabupaten Dogiyai, Deiyai, Paniai, dan Kabupaten Intan Jaya di kabupaten Nabire. Selain itu pintu kedatangan penduduk non Papua melalui Nabire karena akases udara, darat dan laut telah tersedia di kabupaten Nabire. Betapa tidak, kalau Nabire disebut pintu bersama dan kini menjadi miniatur Indonesia kecil.
Kabupaten Nabire bukanlah tanah kosong yang ada penduduknya setelah kabupaten Dati II Paniai beribu kota Enarotali di pintahkan oleh ke Bumiovi Navandu dan selanjutnya disebut Dati II Paniai ibu kota Nabire. Nama nabire itu sendiri ada arti kata dua suku asli Yerisyam dan Wate. (baca : sejarah Kab Nabire)
Sesungguhnya di Kabupaten Nabire sejak dahulu kala didiami oleh 9 suku asli. 6 suku dari Nabire Pesisir dan Kepulauan seperti suku Wate, Yerisyam, Hugure, Umari, Goa dan Mora, sedangkan 3 suku dari Nabire gunung yakni Mee, Auye dan Moi. Jika melongok kedalam dari wilayah adat memang berbeda. 6 Suku dari Saireri dan 3 suku dari Meepago berdasarkan pemetaan 7 wilayah adat yang dibagi pemerintah pasca hadirnya UU Otsus Nomor 21 tahun 2001.
Sejalan dengan tuntutan aspirasi 6 suku dari Pesisir dan Kepulauan yang ingin keluar dari wilayah adat Meepago dan bergabung dengan wilayah adat Saireri adalah merupakan alasan yang sangat rasional dari aspek kesamaan kultur. Dalam kontek ini 6 suku dari pesisir dan kepulauan tidak mengklaim kabupaten Nabire masuk dalam wilayah adat Saireri. Namun 6 suku ini hanya ingin meluruskan sekaligus memperjuangkan Identitas diri mereka sebagai Anak Adat Saireri bukan Meepago. 6 suku tersebut mengakui ada 3 suku dari gunung. Karena itu, mereka dalam setiap orasi dalam menyuarakan aspirasi mereka menyebut diri Pesisir dan Kepulauan Nabire bukan kabupaten Nabire.
Dalam konteks ini bagi saya tidak ada salahnya, karena ini menyangkut Identitas turun temurun dari moyong mereka. Harga diri dan Identitas diri harus kita saling junjung dan hargai sebagai manusia yang berbudaya dan beradat. Kita semua anak adat dan bertradisi. Tidak ada salahnya ketika 6 suku bersama sejumlah rumpun dari pesisir nyatakan sikap mereka adalah anak adat dari wailayah adat Saireri. Begitu juga kita yang lain. Persoalan ini kita sama-sama dengan jiwa besar menarik benang merahnya untuk saling mengakui identitas adat kita masing-masing.
Setelah 6 suku ini diakui sebagai anak adat Saireri. Otomatis Kabupaten Nabire masuk dalam wilayah adat Saireri bersama Yapen, Waropen, Biak, Supiori adalah opini yang tidak benar karena wilayah administrasi pemerintahan tidak mengantur soal pembagian wilayah adat dan Wilayah Adat tidak mewajibkan kesamaan suku, agama, ras dan golongan untuk satu pemerintahan atau bergabung dengan wilayah administrasi pemerintah kesamaan suku, agama, ras dan golongan. Singkatnya secara Administrasi Pemerintahan 9 Suku ini adalah penduduk asli Kabupaten Nabire.
Ketika Provinsi Papua Tengah tersebut resmi dimekarkan, maka dalam wilayah administrasi pemerintahan terdapat tiga wilayah adat. (1) Meepago mencakup kabupaten Mimika, Deiyai, Dogiyai, Paniai dan Intan Jaya serta Kabupaten Nabire berkedudukan Nabire Gunung mencakup wilayah Piyaiye. (2) Saireri mencakup Kotamadya dan ibu kota Provinsi Papua Tengah berkedudukan di Nabire Pesisir. (3) Lapago mencakub kabupaten Puncak dan Puncak Jaya. Tiga wilayah ada inilah yang dahulu kala tergengam dalam satu kesatuan wilayah admintrasi pemerintahan Dati II Paniai beribukota di Nabire, kecuali kabupaten Mimika.
Dengan adany Nabire ingin membentuk dan menjadikan sebagai ibu kota Provinsi Papua Tengah. Niat tersebut sesunguhnya masyarakat 6 Suku Pesisir dan Saireri termasuk empat sesepuh wilayah adat Saireri di Nabire sangat mendukung. Hanya saja mereka bergharap sebelum identitas mereka sebagai anak adat Saireri diakui sepanjang itu 6 suku tidak merelakan Papua Tengah ibu kota di Nabire. Maka itu marilah kita semua tunduk saling angkat topi sambil tidak menyebarluaskan informasi yang dangkal dan tidak ada ujung pangkalnya.
Jalan Tengah
Untuk mengakhiri debat panjang dan aspirasi 6 suku di pesisir dan kepulauan Nabire yang ingin bergabung dengan wilayah adat Saireri, maka solusi yang ditawarkan kepada semua pihak terutama warga suku Mee, Auye dan Moi dari Degei Dimi hingga Ororodo, pemkab Nabire dan kepada para bupati kabupaten-kabupaten yang tidak terpisahkan dari sejarah pemerintahan Dati II Paniai bahwa: (1) karena adanya rencana Nabire menjadi ibu kota provisi Papua Tengah, maka persoalan tuntutan 6 suku pesisir dan kepulauan Nabire harus menjadi perhatian bersama untuk duduk bertatap muka untk mencari jalan keluar, agar kehadiran ibu kota provinsi Papua Tengah menjadi kemauan dan harapan bersama masyarakat pemilik hak datuk. (2) terkait mematok tapal batas Nabire Gunung dan Nabire Pesisir, Kepaulaun serta batas adat antara 9 suku asli kabupaten Nabire adalah kewajiban dan tanggung jawab Pemda Nabire sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (Penulis adalah wartawan senior di Nabire)
Kirimkan komentar/kritik/saran yang bersifat membangun, terkait persoalan-persoalan sosial kemasyarakatan yang berada di lingkungan ANDA.
Dengan harapan, komentar/kritik/saran yang bersifat membangun, bisa menjadi referensi bagi pihak terkait untuk mencarikan solusi atas persoalan yang terjadi.