NABIRE – Solidaritas Perempuan Papua (SPP) telah mengajukan surat penolakan hasil rekrutmen anggota MRP Provinsi Papua Tengah perwakilan perempuan daerah pemilihan Kabupaten Nabire. Surat penolakan hasil tertanggal 19 Mei 2023 itu telah disampaikan kepada panitia pemilihan tingkat provinsi, dan juga kepada panitia pengawas tingkat provinsi.
Hal ini disampaikan sekalius menanggapi pernyataan Panitia Pengawas Pemilihan MRP tingkat Kabupaten Nabire yang menyatakan tidak adanya surat gugatan yang datang dari para calon anggota MRP yang mendaftar, seperti diberitakan Papuapos Nabire edisi tanggal 23 Mei 2023 dengan judul “Panwas Pemilihan MRP Tak Mendapat Surat Gugatan.”
Perwakilan SPP masing-masing Paula S. Pakage, Penina Auparay, Mama Kristin, Senin (29/5/23) kemarin, bertandang ke redaksi untuk mengklarifikasi pemberitaan dengan sumber Panitia Pengawas Pemilihan MRP tingkat Kabupaten Nabire, Markus Makai. Kata ketiga perwakilan dari SPP ini, pihaknya tidak terima dengan adanya komentar yang menyebutkan tidak ada surat gugatan terkait proses rekrutmen anggota MRP ini. Kata ketiganya, sehubungan dengan hasil pengumuman panitia pemilihan Anggota MRP Provinsi Papua Tengah Kabupaten Nabire bernomor : 10/PANPIL -MRPT/NAB/2023 dan tahapan seleksi Anggota MRP Provinsi Papua Tengah perwakilan perempuan Daerah Kabupaten Nabire Periode 2023-2028, seluruh perempuan lewat organisasi Solidaritas Perempuan Papua (SPP) Wilayah Meepago – Papua Tengah menyampaikan keberatan terhadap hasil seleksi dan tahapan rekrutmen Anggota MRP Provinsi Papua Tengah Daerah Pemilihan Kabupaten Nabire Bernomor : 10/PANPIL - MRPT/NAB/2023.
“Kami berharap keberatan kami dari SPP dengan sejumlah hal yang kami anggap tidak sesuai aturan yang seharusnya ditindaklanjuti. Kami ingin agar proses tahapan seleksi sesuai dengan aturan yang seharusnya. Sehingga calon yang terpilih nantinya adalah perwakilan perempuan yang benar-benar mempunyai kualitas dan bisa bekerja mewakili perempuan-perempuan Papua yang ada di Papua Tengah ini. Kami perwakilan perempuan ini juga sudah sempat beraudiensi dengan Ibu Pj Gubernur Papua Tengah,” ujar mereka.
Mereka menyebutkan ada sejumlah hal yang mereka anggap sebagai kejanggalan dan patut dipertanyakan. Diantaranya, waktu dan jadwal tahapan seleksi anggota MRP Provinsi Papua Tengah Kabupaten Nabire perwakilan perempuan tidak sesuai dengan jadwal yang sudah ditetapkan berdasarkan Keputusan Panitia Pemilihan Provinsi Pemilihan Anggota MRP Provinsi Papua Tengah Nomor : 04/KTPS-PANPIL/IV/2023 tentang pendaftaran pemilihan anggota MRPP Provinsi Papua Tengah Periode 2023-2028 huruf C. tahapan dan jadwal penyelenggaraan pemilihan.
Hal lain, aturan dan tahapan rekrutmen dan verifikasi seleksi anggota MRP Provinsi Papua Tengah daerah pemilihan Kabupaten Nabire Perwakilan Perempuan tidak sesuai dengan PERGUB No 9 Tahun 2023 Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 No 5 MRP Provinsi Papua Tengah yang selajutnya disebut MRPT adalah representasi kultural Orang Asli Papua (OAP), yang memiliki wewenang tertentu dalam rangka perlindungan hak-hak OAP, dengan berdasarkan pada penghormatan terhadap adat dan budaya, pemberdayaan perempuan, dan pemantapan kerukunan hidup beragama. No. 10. OAP adalah orang yang berasal dari Rumpun Ras Melanesia yang terdiri dari suku-suku asli di Provinsi Papua dan/orang yang diterima dan diakuai sebagai orang asli Papua. No. 15. Masyarakat perempuan adalah penduduk berjenis kelamin perempuan di Provinsi Papua. No. 16. wakil perempuan adalah anggota MRP yang berasal dari dan mewakili masyarakat perempuan. Pasal 3 No. 1. OAP adalah orang yang berasal dari Rumpun Ras Melanesia yang terdiri dari suku-suku asli di Provinsi Papua Tengah dan/atau orang yang diterima dan diakui sebagai OAP oleh masyarakat adat Papua di Provinsi Papua Tengah.
“Namun dalam perjalanannya ada penyampaian jika rekrutmen di Kabupaten Nabire memprioritaskan suku-suku asli Nabire. Hal ini tidak tertuang dalam aturan tertulis Pergub maupun Juknis. Informasi ini tidak kami dapatkan dari awal. Seandainya ada persyaratan seperti ini disampaikan dari awal, tentu kami tidak perlu repot-repot urus berkas persyaratan dengan mengeluarkan biaya dan tenaga untuk mendaftar,” tutur mereka.
Hal lain yang menjadi poin keberatan SPP, kata mereka, sesuai dengan hasil pengumuman panitia pemilihan Kabupaten Nabire Bernomor : 10/PANPIL -MRPT/NAB/2023 MRP Provinsi Papua Tengah perwakilan perempuan ada salah satu organisasi perempuan yang merekomendasikan dan diloloskan oleh PANPIL Kabupaten Nabire yang tidak sesuai dengan keputusan panitia pemilihan Provinsi Papua Tengah Nomor : 01/KPTS-PANPIL/IV/2023 tentang Jukni tata cara pemilihan anggota MRP Provinsi Papua Tengah Periode 2023 -2028 Pasal 10 No (2) masing-masing kelompok masyarakat adat dan kelompok masyarakat perempuan berhak mengajukan bakal calon anggota MRP wakil adat dan wakil perempuan paling banyak 3 kali jumlah kuota di wilayah adat pemilihan yang bersangkutan.
SPP juga mempertanyakan keabsahan organisasi–organisasi yang merekomedasikan perwakilan perempuan pada seleksi rekrutmen anggota MRP Provinsi Papua Tengah perwakilan perempuan yang berada dan teregistrasi di Kesbangpol Kabupaten Nabire yang tidak sesuai dengan Peraturan Gubernur Papua Tengah Nomor 9 Tahun 2023 tentang pembentukan dan jumlah keanggotan MRP Provinsi Papua Tengah dan Keputusan Panitia Pemilihan Provinsi Papua Tengah Nomor : 01/KPTS-PANPIL/I/2023 tentang petunjuk teknis tata cara pemilihan anggota MRP Provinsi Papua Tengah periode 2023 -2028 Panitia Pemilihan Provinsi Papua Tengah BAB I Ketentuan Umum Pasal 1 No. 15. Organisasi perempuan ialah organisasi perempuan asli Papua yang berkedudukan dan terdaftar di Pemerintah Provinsi. BAB IV Persyaratan Calon Pasal 7 Huruf q. Untuk wakil perempuan harus aktif dan konsisten memperjuangkan hak-hak perempuan, diterima oleh komunitas perempuan yang dibuktikan dengan surat rekomendasi dari kelompok/organisasi masyarakat perempuan yang keberadaan organisanya telah terdaftar di pemerintah/pemerintah daerah; BAB V Pencalonan Pasal 9 No (4) Pendaftaran bakal calon anggota MRP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) selanjutnya dilakukan verifikasi organisasi perempuan dilaksanakan berdasarkan persyaratan sebagai berikut, melakukan kegiatan kelembagaan paling singkat 3 tahun terakhir, memiliki kepengurusan organisasi yang jelas dan sah, memiliki sekretariat dengan alamat yang jelas dan tetap, terdaftar di pemerintah provinsi atau kabupaten/kota, dan aktif memperjuangkan hak-hak masyarakat perempuan asli Papua di Provinsi Papua atau kabupaten/kota paling singkat 3 tahun terakhir.
BAB IV hak memilih dan dipilih Pasal 6 kelompok masyarakat perempuan yang bersanguktan harus aktif memperjuangkan hak-hak masyarakat perempuan asli Papua paling sedikit 3 tahun terakhir sebelum ditetapkanya PERGUB Nomor 9 Tahun 2023. Sesuai dengan pasal tersebut organisasi Aliansi Perempuan Nabire (APN) baru diregistrasi di Kesbangpol Kabupaten Nabire dengan Surat Keterangan Terdaftar bernomor : 220/004/BKBP/II/2023 Nama Kelembagaan Aliansi Perempuan Nabire (APN) dan berdasarkan surat permohonan pendaftaran Aliansi Perempuan Nabire Nomor : 01/02/APN/2023 Tanggal 2 Februari 2023 Perihal Permohonan pendaftaran Aliansi Perempuan Nabire (APN). Sedangkan tanggal pendirian organisasi tersebut berdiri tanggal 30 Desember 2010 yang adalah organisasi Aliansi Perempuan Pesisir bukan Aliansi Perempuan Nabire yang berdiri pada tanggal 26 April 2023 lewat musyawarah Aliansi Perempuan Nabire di Pantai Wataha, dan tidak sesuai dengan BAB III Persyaratan Calon Pasal 5 Huruf s untuk wakil perempuan harus aktif dan konsisten memperjuangan hak-hak perempuan, di terima oleh komunitas perempuan yang dibuktikan dengan surat rekomendasi dari / organisasi masyarakat perempuan yang keberadaan organisasinya telah terdaftar di pemerintah/pemerintah daerah.
“Dari perwakilan perempuan yang lolos itu justeru mereka yang mendapatkan rekomendasi dari Aliansi Perempuan Nabire yang baru berdiri tanggal 26 April 2023. Dan ini menurut kami tidak sesuai dengan aturan yang seharusnya,” tutur mereka.
Kepada media ini ketiga mama ini berharap agar apa yang menjadi keberatan dari perwakilan perempuan melalui Solidaritas Perempuan Papua (SPP) ditindaklanjuti oleh para pihak terkait. Penolakan yang didalamnya terdapat sejumlah poin ini, kata mereka, bukan lantaran karena pihaknya tidak lolos seleksi. Namun lebih sebagai upaya untuk memperjuangkan keadilan, agar proses seleksi dilakukan sesuai dengan aturan yang mengatur, yakni Pergub dan Juknis yang ada.
“Kami ingin menegakkan aturan main yang sudah dibuat, yakni Pergub dan Juknis. Jika ada aturan yang dilanggar dalam pelaksanaan seleksi ini, kami berharap ada tindakan untuk memprosesnya,” tutur mereka. (ros)