Home Opini Menanti NSPK Perdasus Kehutanan 2008 atau Mendorong Raperdasi Baru tentang Pengelolaan Kehutanan di Papua

Menanti NSPK Perdasus Kehutanan 2008 atau Mendorong Raperdasi Baru tentang Pengelolaan Kehutanan di Papua

suroso  Jumat, 17 Juli 2020 10:54 WIT
Menanti NSPK Perdasus Kehutanan 2008 atau Mendorong Raperdasi Baru tentang Pengelolaan Kehutanan di Papua

Oleh: John NR Gobai

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI tidak memahami UU Otonomi Khusus (Otsus) bagi Provinsi Papua maupun turunannya, yakni Perdasus Nomor 21 Tahun 2008 tentang Pembangunan Hutan Berkelanjutan dan Pergub Nomor 13 Tahun 2010, menyusul langkah Ditjen Gakkum Kementerian LHK mengamankan kayu dari Papua di Makassar dan Surabaya.

Dari penyampaian-penyampaian Sekjen KLHK dan Dirjen Gakkum KLHK dalam beberapa kali pertemuan.

Saya dapat menyimpulkan bahwa KLHK sesungguhnya tidak melihat Otsus sebagai sesuatu yang special.

Saya lihat perjuangan Norma Standar Prosedur dan Kebijakan (NSPK) itu butuh campur tangan presiden.

Yaitu NSPK terhadap Perdasus 21 tahun 2008 dan Pergub nomor 13 tahun 2010, selama ini kayu yang ditebang oleh masyarakat dan diusahakan atau dijual masyarakat dan pelaku-pelaku usaha non Papua yang ada di Papua, karena kayu-kayu itu ada kayu yang berasal dari hasil tebangan masyarakat yang harus dipayungi kegiatannya oleh pemerintah namun sampai hari ini belum ada namun pemerintah lebih menganakemaskan HPH kemudian mencap kayu-kayu itu sebagai kayu ilegal.

Kewenangan Provinsi Kewenangan kehutanan itu telah berpindah dari kabupaten ke provinsi dan saat ini Kadis Kehutanan Papua tengah bermasalah dengan hukum, sehingga harus jadi momen tepat untuk Pemprov itu melakukan koreksi.

Tidak bisa terus pemerintah Provinsi Papua melalui Dinas Kehuatan Papua, jawabannya kita tunggu NSPK, sampai kapan kita terus menunggu? sementara kita juga tidak memiliki langkah-langkah yang pro-aktif, langkah-langkah yang reaktif.

Penantian Norma Standar Prosedur dan Kebijakan (NSPK) di bidang kehutanan Papua ini, ibarat penantian tak pasti dan ini sudah lebih delapan tahun.

Akibatnya, semua jadi abu-abu, yang jelas hanya HPK saja di Papua.

Untuk itu, Pemprov Papua segera mengambil langkah untuk mengatasi permasalahan rakyatnya yang kayu-kayunya itu disebut ilegal dan saat ini lagi ditahan di Makassar dan Surabaya.

Jadi apakah kita terus mau menanti NSPK? yang penantiannya ibarat penantian tak pasti atau mau mengambil langkah berdasarkan Permen LHK tentang Perhutanan Sosial.

Jika dalam regulasi Permen LHK Nomor p.83/Menklhk/Setjen/KIM.1/10/2016 tentang Perhutanan Sosial, juga memberikan peluang bagi rakyat dan juga dapat memberikan kewenangan kepada Pemprov mengatur dengan peraturan gubernur untuk skema, hutan kampung, hutan kemasyarakatan, hutan tanaman rakyat untuk membuat Pergub tentang Perhutanan Sosial, kemudian setelah ada ijin, ijinnya maka dibangun tempat penampungan terdaftar kayu olahan (TPTKO)-nya, sesuai dengan Permen LHK No.42/MENLHK/Setjen/2015, lalu mengapa kita harus mengabaikan tuntutan rakyat? dan terus menunggu NSPK dan mengantar ke rakyat Papua dan pelaku usaha di Papua dalam ranah abu-abu hari ini.

Menurut saya, Pemprov Papua harus mengambil langkah dalam rangka memberikan kejelasan, tidak terus mengantar kayu rakyat dan pelaku usaha lain dalam zona abu-abu, sedangkan HPK jelas dan ada kepastian hukumnya.

Tidak bisa terus jawabannya kita tunggu NSPK, sampai kapan kita terus menunggu? sementara saat-saat ini kita juga tidak memiliki langkah-langkah yang pro aktif, langkah-langkah yang reaktif.

Sesuai dengan UU Nomor 23 Tahun 2014, kewenangan propinsi adalah melakukan pengelolaan hasil hutan kayu <6000 M kubik/ tahun, menurut saya untuk sementara orang Papua dapat melakukan ini, sehingga perlu dibijaki dengan sebuah regulasi baru yang tentu belum diatur didalam Perdasus nomor 21 tahun 2008 dan ijin harus diberikan kepada masyarakat pemilik tanah atau masyarakat adat Papua.

Solusi Menurut saya ada beberapa langkah, pertama, mengambil keputusan apakah terus menunggu NSPK atau membuat Raperdasi tentang Pengelolaan Kehutanan di Provinsi Papua, sesuai dengan kewenangan dalam Permen LHK dan UU nomor 23 tahun 2014.

Menurut saya akan lebih baik mendorong Raperdasi Papua tentang Pengelolaan Kehutanan di Provinsi Papua. 

Untuk itu sesuai dengan hak legislasi anggota DPR Papua, DPR Papua telah membuat naskah akademik dan Raperdasi pengelolaan kehutanan di Papua, sebagai Raperdasi inisiatif DPR Papua, sehingga menurut saya perlu ada regulasi baru agar ada payung hukum untuk memberikan ijin kepada masyarakat adat Papua khususnya pemilik tanah di lokasi hutan atau kawasan hutan agar kayu-kayu masyarakat Papua agar dapat dijual dengan legal dalam Papua dan dikirim keluar Papua dan juga kita bangun sebuah kawasan industri kayu di Papua, agar kayu diolah di Papua dan juga bisa dikirim dari Papua keluar negeri.***

suroso  Selasa, 30 Agustus 2022 23:28
Papua Dalam Permainan Sio (Persio) Penuh Korban
*) Oleh : Anton Agapa (TOA)
suroso  Selasa, 24 Januari 2023 20:3
Saatnya Orang Papua Jaga Alam dan Lestarikan Budaya
SAATNYA kita! Orang Asli Papua (OAP) hentikan kerusakan alam yang sebagai pelindung kehidupan dan lestarikan budaya menurut pikiran Alam Orang Papua. Karena Alam dan budaya adalah manusia yang selalu memberi stamina tubuh manusiaagar tetap mempertahankan budaya nafas kehidupan kita diatas alamnya itu sendiri, di Papua.

Hahae

Tatindis Drem Minyak
suroso  Sabtu, 16 April 2022 3:53

Pace satu dia kerja di Pertamina. Satu kali pace dia dapat tindis deengan drem minyak. Dong bawa lari pace ke rumah sakit. Hasil pemeriksaan dokter, pace pu kaki patah.

Setelah sembuh, pace minta berhenti kerja di Pertamina.

Waktu pace ko jalan-jalan sore di kompleks, pace ketemu kaleng sarden. Dengan emosi pace tendang kaleng itu sambil batariak "Kamu-kamu ini yang nanti besar jadi drem." 

Iklan dan berlangganan edisi cetak
Hotline : 0853 2222 9596
Email : papuaposnabire@gmail.com

Berlangganan
KELUHAN WARGA TERHADAP PELAYANAN UMUM
Identitas Diri Warga dan Keluhan Warga

Isi Keluhan