Oleh : Cliff R. P. Sangi, S.E.
Beberapa waktu lalu para penggila bola tanah air digegerkan dengan suguhan talkshow Mata Najwa bertajuk ‘PSSI Bisa Apa’.
Acara yang membahas polemik dugaan match fixing dan buruknya prestasi tim nasional sepakbola tersebut bahkan sampai ditayangkan dalam 3 jilid.
Carut-marut pengelolaan PSSI dengan pelaku utama “si mafia bola” dikupas dengan gamblang tanpa basa-basi.
Program talkshow ‘PSSI Bisa Apa’ hanyalah sebuah gambaran betapa tindakan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme telah merasuk ke berbagai sendi kehidupan bangsa ini.
KKN tak terbatas pada bidang pemerintahan saja.
Data panjang kasus-kasus korupsi menggambarkan bahwa korupsi di Indonesia telah berkembang secara sistemik.
Korupsi tersirat bukan lagi suatu pelanggaran hukum, melainkan telah menjadi suatu kebiasaan.
Seakan tak cukup berbagai berita operasi tangkap tangan oleh KPK di berbagai media, kasus-kasus korupsi masih terus bermunculan.
Bahkan, rilis KPK menyebutkan bahwa dalam rentang tahun 2014-2019 jumlah Kepala Daerah yang terjerat kasus korupsi mencapai 124 orang.
Kementerian Keuangan sebagai instansi pemerintah yang mengelola keuangan negara harus diakui memiliki kerentanan yang cukup tinggi untuk tersangkut kasus KKN.
Kerentanan tersebut dapat dilihat dari berbagai kasus rasuah di masa lalu.
Tentu masih membekas dalam ingatan tentang kasus Pajak yang fenomenal, kasus suap Dana Alokasi FisiK dan Dana Intensif Daerah, kasus suap ekspor impor dan kasus-kasus lainnya.
Upaya Pencegahan Korupsi Ditjen Perbendaharaan Kementerian Keuangan Genderang anti korupsi di Ditjen Perbendaharaan sendiri telah ditabuh oleh Menteri Keuangan.
semenjak tahun 2017.
Perhelatan yang ditandai dengan diluncurkannya Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Percontohan merupakan tonggak awal reformasi birokrasi dikenal luas.
KPPN Percontohan menjadi begitu fenomenal karena mampu mengubah image masyarakat terhadap birokrasi pemerintahan.
Dari yang sebelumnya berbelit-belit dan cenderung koruptif menjadi lebih sederhana, transparan, dan tentu saja, anti KKN.
Pada perkembangannya, Ditjen Perbendaharaan terus berbenah memperkuat sistem yang anti KKN.
Beberapa langkah tersebut, antara lain :
1) Pemetaan atau Identifikasi Sumber-sumber Korupsi di setiap intansi,
2) Pencegahan melalui perumusan Nilai-Nilai Kementerian Keuangan dan Kode Etik,
3) Langkah pengawasan dengan memperjelas tugas fungsi pemantauan pengendalian intern dan menunjuk unit organisasi untuk melaksanakan pemantauan pengendalian intern sebagaimana KMK No 152 tahun 2011, implementasi WISE, dan
4) Penindakan yang mengacu pada PMK No 29/PMK.01/2007 tentang Pedoman Peningkatan Disiplin PNS.
Corruption Perception Index (CPI) Upaya pemberantasan KKN di Indonesia memang masih perlu ditingkatkan dan terus digaungkan.
Mengacu pada Indeks Persepsi Korupsi (IPK) yang dirilis Tranparansi Internasional di awal tahun 2019, IPK Indonesia masuk kategori kurang dengan indeks sebesar 38.
Berdasarkan pada laporan tersebut juga, hanya terapat 20 negara yang menunjukkan kemajuan signifikan dalam upaya pemberantasan korupsi beberapa tahun terakhir ini, yaitu Denmark, Selandia Baru, Finlandia, Singapura, Swedia, Swiss, Norwegia, Belanda, Kanada, Luksemburg, Jerman, Inggris, Australia, Austria, Hong Kong, Islandia, Belgia, Estonia, Irlandia, dan Jepang.
Transparansi Internasional (TI) merupakan sebuah badan dunia pemerhati upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan pemerintah, dunia bisnis dan masyarakat sipil.
Setiap tahun TI merilis Laporan Tahunan Indeks Persepsi Korupsi.
Skor tertinggi adalah 100, yang berarti sangat bersih atau bebas korupsi, dan yang terendah adalah nol yang berarti sangat korup.
Indonesia sendiri dengan IPK 38 berada pada posisi 89.
Belajar dari beberapa negara “bersih” Selandia Baru tergolong sebagai negara bersih dari korupsi, dengan IPK mencapai 87 dari maksimal 100.
Dikutip dari laman edukasi.kompas.com, terdapat fakta-fakta menarik terkait upaya pencegahan korupsi di negara kiwi tersebut.
Yang menonjol adalah program formal pendidikan anti-korupsi sejak dini dan penanaman nilai-nilai kejujuran dalam kehidupan bermasyarakat.
Kebiasaan berlaku adil dan jujur diterapkan dengan sistem pencegahan yang telah dijalankan dengan baik.
Misalnya, setiap murid akan sangat sulit untuk menyontek atau berlaku curang, karena sistemnya sangat tegas.
Dengan sistem tersebut, pendidik akan mengetahui mana yang merupakan hasil kerja pribadi murid dan mana yang bukan.
Selanjutnya Transparansi Internasional menempatkan Finlandia pada peringkat ketiga negara paling bersih dari korpusi di dunia.
Faktor utama yang mendorong pencapaian tersebut adalah nilai dasar rakyatnya yang menjunjung tinggi integritas dan kejujuran.
Perilaku tidak jujur dianggap sebagai suatu hal yang memalukan.
Bila ada seorang pejabat yang terserempet dugaan pelanggaran integritas, maka pejabat itu akan langsung mundur, seperti kasus Perdana Menteri Anneli Jaattenmaki, yang terbukti berbohong terkait kebocoran informasi politik selama kampanye.
Selain itu masyarakat Finlandia terkenal religius, dimana meskipun dalam kondisi cuaca bersalju rumah-rumah ibadah tetap penuh.
Karakter hidup tidak berlebihan dan tidak menyukai barang bukan miliknya juga menjadi fondasi yang kuat bagi mentalitas masyarakat Finlandia dalam memerangi korupsi.
Dapat disimpulkan bahwa keberhasilan kedua negara ini membasmi korupsi tidak semata karena sistem anti korupsinya yang kuat, tetapi ditopang pembentukan karakter berintegritas yang tertanam sejak kecil dan berkesinambungan.
“Benang Merah” dengan Ditjen Perbendaharaan Terdapat benang merah antara nilai-nilai kehidupan masyarakat Selandia Baru dan Finlandia dengan nilai-nilai Kementerian Keuangan Republik Indonesia.
Nilai tersebut adalah integritas.
Sebagaimana Keputusan Menteri Keuangan Nomor 312/KMK.01/2011, telah ditetapkan Nilai-Nilai Kementerian Keuangan, yaitu Integritas, Profesionalisme, Sinergi, Pelayanan dan Kesempurnaan. Penguatan nilai integritas yang didukung sistem anti korupsi yang handal, merupakan modal berharga bagi kelangsungan budaya bersih di lingkungan Ditjen Perbendaharaan .
What is Integrity ? Menurut Kementerian Keuangan : bahwa dalam berpikir, berkata, berperilaku, dan bertindak, Pimpinan dan seluruh Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Kemenkeu melakukannya dengan baik dan benar serta selalu memegang teguh kode etik dan prinsip-prinsip moral.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia : mutu, sifat, dan keadaan yang menggambarkan kesatuan yang utuh, sehingga memiliki potensi dan kemampuan memancarkan kewibawaan dan kejujuran.
Menurut Komisi Pemberantasan Korupsi : bertindak secara konsisten antara apa yang dikatakan dengan tingkah lakunya sesuai nilai-nilai yang dianut (nilai-nilai dapat berasal dari nilai kode etik di tempat dia bekerja, nilai masyarakat atau nilai moral pribadi).
Dari beberapa pengertian diatas maka dapat dikatakan bahwa integritas merupakan nilai positif dari dalam diri sesorang yang kemudian berdampak dan dirasakan oleh lingkungan sekitarnya (inside-outside).
Pembentukan karakter individu yang berintegritas berkaitan dengan mental seseorang.
Beberapa langkah terkait pembentukan karakter yang dapat dilakukan, antara lain:
1) Kegiatan bimbingan mental kerohanian.
Pendalaman nilai-nilai kerohanian dapat menjadi kegiatan paling efektif dalam pembentukan karakter setiap pegawai.
Rasa takut dan hormat kepada yang Maha Kuasa merupakan hal yang paling dasar dari segala nilai dan norma pada umumnya.
Hal ini tentu sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia yang menjunjung nilai-nilai kerohanian. Kegiatan mental kerohanian dapat menjadi sarana yang tepat untuk merenungkan perintah dan larangan Allah Yang Maha Kuasa, khususnya dalam kaitan dengan tugas dan tanggung jawab di kantor.
Selanjutnya, 2) Kegiatan internalisasi nilai-nilai dan kode etik secara berkelanjutan.
Gaung reformasi birokrasi untuk mencegah perilaku koruptif agar senantiasa disuarakan secara konsisten dan berkesinambungan pada tingkat pusat sampai ke daerah.
3) Menciptakan lingkungan kerja dalam suasana kekeluargaan.
Dengan keteladanan pimpinan yang kuat, lingkungan kerja dapat dibentuk dalam susana kekeluargaan.
Sikap saling peduli dapat mencegah pegawai terjebak dalam godaan KKN.
(Penulis adalah Kepala Seksi Pencairan Dana & Manajemen Satker Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Nabire)